OLEH. Valerian Libert Wangge, S.H
“Advokat,masih adakah Idealisme itu?, seutas pertanyaan
seorang sahabat Jurnalis kepada pengurus Himpunan Advokat Muda Indonesia atau
HAMI, dalam Konferensi Pers tanggal 10 November 2013 di Kuta menjelang
pelantikan DPD HAMI Propinsi Bali masa bhakti 2013 - 2017.
Bagi saya, ini sebuah pertanyaan agitatif dan mendalam, yang
beralas pada kenyataan mengenai carut marutnya proses penegakan hukum di
Indonesia. Advokat kini dipandang setali tiga uang dengan citra negatif penegak
hukum lainnya.
Walau masih banyak yang bersih, namun citra Advokat
terlanjur minor di mata publik karena dianggap hanya bersedia melayani jasa
hukum kaum berduit dan para pemangku kekuasaan. Citra seperti ini, ternyata
tidak saja bersarang di dalam isi kepala masyarakat saat ini, namun justru
telah ada sejak masa lalu.
Mengutip tulisan Bambang Riyanto (Bunuh Semua Pengacara?, 14
April 2013 melalui ANALISA). Dialog dalam sebuah drama bertajuk “Henry The
Sixth” karya Sastrawan Inggris William Shakespeare.
All: God save your majesty!
Cade: I Thank you, good people-there shall be no money; all
shall eat and drink on my score, and I will apparel them all in one livery,
that they may agree like brotehrs, and worship me their lord.
Dick: The first thing we do, let’s kill all the lawyers.
Cade: Nay, that I mean to do.
Let’s kill all the lawyers, petikan Henry The Sixt, Part 2
Act 4, adegan 2,71-78 ini menurut banyak pengamat dipandang meremehkan profesi
advokat, meskipun ada upaya pembelaan dari pengamat dan advokat lainnya perihal
ucapan tokoh Dick. Bagi mereka, Advokat dalam kisah ini dianggap sosok
pemberontak yang akan menggulingkan Raja Inggris yang sah dan tatanan negara
yang telah mapan.
Ungkapan lain pernah disampaikan Benyamin Franklin
(1705-1790) salah seorang bapak bangsa Amerika, “ Seorang lugu dari desa yang
bertemu dua Advokat ibarat seekor ikan di depan dua ekor kucing “.
Sedangkan Ambrose Bierce (1843-1913), seorang pengarang dan
jurnalis terkemuka Amerika, mengatakan “Advokat adalah seseorang yang terampil
dalam menghindar dari Hukum”
Sementara negarawan Inggris Lord Genry P Broughman
(1778-1868), “Advokat adalah seorang gentleman yang menyelamatkan properti Anda
dari musuh Anda dan kemudian menyimpannya untuk diri sendiri”
Masih adakah Idealisme Advokat? Menjadi pertanyaan yang
teramat wajar untuk direnungkan, sebuah test uji bagi wadah bernaungnya para
Advokat Muda bersama HAMI. Inilah gugatan sekaligus harapan akan Idealisme yang
sejatinya harus dimiliki semua Advokat.
KAUM MUDA DAN PERUBAHAN
Dinamika dan arus perubahan sejarah Indonesia selalu
ditandai dengan tampilnya wajah-wajah muda dan segar. Mereka hadir sebagai
agent of change untuk mempertanyakan kemapanan sebuah sistem; menjadi pelopor
pembaharu dan memberi diri, aktif terlibat dalam arus besar perubahan.
Tak terhitung jumlah dari mereka yang pada akhirnya
merenggang nyawa, mati menjadi martir sejarah. Tak terhitung juga dari mereka
yang tetap eksis mengawal perubahan. Di sisi lain, tak terbilang sedikit, ada
diantara mereka yang justru berubah menjadi momok baru perubahan, persis ketika
tampuk kekuasaan itu telah berada di dalam genggaman.
Sejarah perubahan Indonesia adalah sejarahnya kaum muda,
dari perubahan dalam level besar Negara hingga dalam organisasi profesi
tertentu. Peran sejarah dan kehadiran kaum muda selalu mampu memberikan efek
kejut dan memberi jalan baru bagi perubahan yang lebih baik.
Melalui pintu ingatan dari para pelaku dan saksi sejarah,
lewat beragam literatur kepustakaan dan rekaman pemberitaan pers, selalu
ditemukan spirit yang sama. Era boleh saja berbeda, namun spirit idealisme
untuk mempertanyakan kemapanan tak pernah lekang terhisap zaman.
Berbasis alas pikir diatas, maka kehadiran Himpunan Advokat
Muda Indonesia di Propinsi Bali menjadi teramat penting untuk dimaknai esensi
dari roh perjuangan untuk perubahan yang lebih berkeadaban, selaras dengan
nafas kemudaan dari mereka yang dengan sadar memilih untuk berhimpun bersama
HAMI.
HAMI MENITI JALAN PERUBAHAN
Menurut inisiator pendirian HAMI, Sunan Kalijaga, S.H,
gagasan kelahiran HAMI berangkat dari kesadaran akan potret minor keberadaan
Advokat“ Saya kerap merasakan sinisme pada profesi Advokat ini. Sementara saya
sendiri dan sejumlah rekan Advokat Muda lainnya menginginkan sebaliknya. Kami
bangga mengusung profesi terhormat ini, namun jika profesi ini dipandang minor,
lalu apakah kami harus pasrah begitu saja? “.
Kehadiran HAMI tak lepas pisah dari fakta konflik antar dua
organisasi “mainstream” yang menaungi Advokat. “ Saya dan rekan-rekan muda
lainnya meyakini bahwa Advokat itu pada dasarnya satu; kita berpedoman pada
Buku, Undang-Undang dan Kode Etik yang sama. Yang membedakan hanyalah pada jam
terbang, keberanian dan kemampuan untuk mengendalikan diri, menjaga mata
nurani. Jika konflik seperti ini terus dipelihara tanpa solusi yang inklusif,
maka yang menjadi korban adalah masyarakat pencari keadilan dan kami para
advokat muda ” Ujar Sunan.
Maka sejak awal pendiriannya, semangat kebersamaan antar
Advokat Muda terus menerus didengungkan. Kehadiran HAMI tidak sekedar euforia
merespon dinamika demokratisasi di Indonesia, namun ingin kembali menegaskan
hakekat seorang Advokat yang sejatinya adalah pejuang keadilan berlandaskan
kejujuran nurani. Para inisiator HAMI dan pengurus HAMI ingin menjembatani
komunikasi antar para Advokat tanpa memandang organisasi profesi dari setiap
Advokat sebelumnya.
“HAMI telah diundang Badan Legislatif DPR RI untuk urung
pendapat mengenai Rancangan UU Advokat, sebagai pengganti UU No 18/2003. Salah
satu butir usulan HAMI adalah agar tidak ada lagi wadah tunggal bagi Advokat.
Biarkan Advokat bebas memilih wadah yang dipandangnya baik, menjalani proses
ber-organisasi disana dan tetap menjalankan tanggung jawab profesinya sesuai
perintah UU dan Kode Etik Advokat”
Tambah Sunan Kalijaga.
Sementara Ketua DPD HAMI Bali Agustinus Nahak, S.H dalam
keterangan persnya tanggal 10 November 2013, mengatakan “ HAMI dihadirkan untuk
menaungi para pejuang muda Advokat. Sejak masa lalu para pejuang pada dasarnya
satu. Untuk memenangkan keadilan dan kebaikan bagi masyarakat kecil, maka
penegakan hukum yang seadil-adilnya menjadi kesadaran pengurus dan anggota HAMI
”
HAMI yang resmi dideklarasikan tanggal 12 bulan 12 tahun
2012 di Jakarta ini diharapkan mampu menjadi setitik nyala api ditengah gelap
gulita hukum negeri ini.
Selalu ada optimisme dalam diri Advokat Muda Pejuang, namun
tanpa sinergi dan kerjasama antar sesama penegak hukum, masyarakat maupun pers
maka perjuangan untuk menegakan hukum dan keadilan akan semkin jauh panggang
dari api. HAMI akan memfokuskan program advokasi hukum bagi masyarakat miskin
dan teraniaya, serta intens memberikan edukasi hukum bagi masyarakat.
Ditambahkan, dalam hal pembelaan kasus, HAMI akan
menolak kasus-kasus Narkoba. “Narkoba
itu merusak masa depan peradaban dan sebagian besar korbannya adalah kaum muda.
Jika HAMI memberikan pembelaan hukum bagi mereka yang jelas-jelas positif
pengguna, penadah, penyuplai dan produsen barang haram ini, maka HAMI justru
sedang mengangkangi sendiri Idealismenya. Dalam Kode Etik Advokat terang
disebutkan jika Advokat dapat menolak kasus yang tidak memiliki dasar hukum dan
bertentangan dengan hati nurani.” Tegas Nahak.
Organisasi HAMI kini resmi berdiri di Bali, kiranya HAMI
dapat diterima luas seiring berjalannya waktu, tidak berjarak dengan masyarakat
dan menjawab gugatan dan harapan publik bahwa memang masih ada Idealisme dalam
diri Advokat. (f)
*) Valerian Libert Wangge, S.H: Sekretaris Jendral HAMI DPD
Bali
E: valerianlawyer@gmail.com | Sumber: Harian POS BALI,
Hal.6, Sabtu 16 November 2013 untuk menyambut kehadiran Himpunan Advokat Muda
Indonesia (HAMI) di Propinsi Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar